- Pengertian Matang Beragama
Manusia mengalami dua macam
perkembangan yaitu perkembangan jasmani dan rohani. Perkembangan jasmani diukur
berdasarkan umur kronologis. Puncak perkembangan jasmani yang dicapai manusia
disebut kedewasaan, sebaliknya perkembangan rohani diukur berdasarkan tingkat
kemampuan (Abilitas). Pencapaian tingkat abilitas tertentu bagi perkembangan
rohani disebut istilah kematangan (Maturity).
Kemampuan seseorang untuk mengenali
atau memahami nilai agama yang terletak pada nilai-nilai luhurnya serta
menjadikan nilai-nilai dalam bersikap dan bertingkah laku merupakan ciri dari
kematanan beragama, jadi kematangan beragama terlihat dari kemampuan seseorang
untuk memahami, menghayati serta mengaplikasikan nilai-nilai luhur agama yang
dianutnya dalam kehidupan sehari-hari. Ia menganut suatu agama karena menurut
keyakinannya agama tersebutlah yang terbaik. Karena itu ia berusaha menjadi
penganut yang baik, keyakinan itu ditampilkannya dalam sikap dan tingkah laku
keagamaan yang mencerminkan ketaatan terhadap agamanya.
- Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Kepribadian Manusia.
Seperti halnya yang telah dijelaskan
diatas dalam tingkat perkembangan yang dicapai diusia anak-anak, maka
kedewasaan jasmani belum tentu berkembang setara dengan perkembangan rohani.
Secara normal memang seorang yang sudah mencapai tingkat kedewasaan akan
memiliki pola kematangan rohani seperti kematangan berpikir, kematangan pribadi
maupun kematangan emosi. Tetapi perimbangan antara kedewasaan jasmani dan
kematangan rohani ini ada kalanya tidak berjalan sejajar. Secara fisik
(jasmani) seseorang mungkin sudah dewasa, tetapi secara rohani ia ternyata
belum matang.
Keterlambatan pencapaian kematangan
rohani ini menurut ahli psikokogi pendidikan sebagai keterlambatan dalam
perkembangan kepribadian. Factor-faktor ini menurut Dr.Singgih D. Gunarsa dapat
dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: factor yang terdapat pada diri anak dan
factor yang berasal dari lingkungan.
Adapun factor intern anak itu yang
dapat mempengaruhi perkembangan kepribadian adalah: konstitusi tubuh, struktur
dan keadaan fisik, koordinasi motorik, kemampuan mental dan bakat khusus
(intelegensi tinggi, hambatan mental, bakat khusus), emosionalitas. Semua
factor intern ini ikut mempengaruhi terlambat tidaknya perkembangan kepribadian
seseorang.
Selanjutnya yang termasuk pengaruh
factor lingkungan adalah: keluargaa, sekolah (Singgih D.Gunarta: 88-96). Selain
itu ada factor lain yang juga mempengaruhi perkembangan kepribadian seseorang
yaitu kebudayaan tempat dimana seseorang itu dibesarkan. Kebudayaan turut
mempengaruhi pembentukan pola tingkah laku serta berperan dalam pembentukan
kepribadian. Kebudayaan yang menekankan pada norma yang didasarkan kepada
nilai-nilai luhur seperti kejujuran, loyalitas, kerja sama bagaimanapun akan
memberi pengaruh dalam pembentukan pola dan sikap yang merupakan unsur dalam
kepribadian seseorang. Demikian pula halnya dengan kematangan beragama.
Dalam kehidupan tak jarang dijumpai
mereka yang taat beragama itu dilatar belakangi oleh berbagai pengalaman agama
serta type kepribadian masing-masing. Kondisi seperti ini menurut temuan
psikologi agama mempengaruhi sikap keagamaan seseorang. Dengan demikian
pengaruh tersebut secara umum memberi ciri-ciri tersendiri dalam sikap
keberagamaan masing-masing.
- · Ciri-ciri Dan Sikap Keberagamaan.
Dalam bukunya “The Varieties Of
Religious Experience” William James menilai secara garis besarnya sikap dan
perilaku keagamaan itu dapat dikelompokkan menjadi dua type, yaitu: type orang
yang sakit jiwa, type orang yang sehat jiwa. Kedua type ini menunjukkan
perilaku dan sikap keagamaan berbeda:
1. Type orang yang sakit jiwa (The
Sick Soul).
Menurut Wiliiam James sikap
keberagamaan orang yang sakit jiwa ini ditemui pada mereka yang pernah
mengalami latar belakang kehidupan keagamaan yang terganggu. Latar belakan
itulah yang kemudian menjadi penyebab perubahan sikap yang mendadak terhadap
keyakinan agama. Mereka beragama akibat dari suatu penderitaan yang mereka
alami sebelumnya, William James menggunakanistilah “The Suffering”.
William Starbuck, seperti yang
dikemukakan oleh William James berpendapat bahwa penderitaan yang dialami
disebabkan oleh dua factor utama yaitu: factor intern dan factor ekstern.
Alasan ini pula tampaknya yang menyebabkan dalam psikologi agama dikenal dua
sebutan yaitu The Sick Soul dan The Suffering, type yang pertama dilatar
belakangi oleh factor intern (dalam diri), sedangkan yang kedua adalah karena
factor ekstern (penderitaan).
a. Faktor intern yang diperkirakan
menjadi penyebab dari timbulnya sikap keberagamaan yang tidak lazim ini adalah:
Ø Temperamen.
Temperamen merupakan salah satu
unsur dalam membentuk kepribadian manusia sehingga dapat tercermin dari
kehidupan jiwa orang-orang yang melancholis akan berbeda dengan orang yang
berkepribadian displastis dalam sikap dan pandangannya terhadap ajaran agama.
Ø Gangguan Jiwa.
Orang yang mengidap gangguan jiwa
menunjukkan kelainan dalam sikap dan tingkah lakunya. Tindak tanduk keagamaan
dan pengalaman keagamaan yang ditampilkannya tergantung dari gangguan jiwa yang
mereka idap.
Ø Konflik dan Keraguan
Konflik kejiwaan yang terjadi pada
diri seseorang mengenai keagamaan mempengaruhi sikap keagamaannya. Konflik dan
keraguan ini dapat mempengaruhi sikap seseorang terhadap agama seperti taat,
fanatic atau agnostic hingga keateis.
Ø Jauh dari Tuhan
Orang yang dalam kehidupannya jauh
dari ajaran agama, lazimnya akan merasa dirinya lemah dan kehilangan pegangan
saat menghadapi cobaan, hal ini menyebabkan terjadi semacam perubahan sikap
pada dirinya.
Adapun ciri-ciri tidak keagamaan
mereka yang mengalami kelainan kejiwaan itu umumnya cenderung menampilkan
sikap: pesimis, introvert, menyayangi paham yang ortodoks, mengalami proses
keagamaan secara nograduasi.
b. Faktor Ekstern yang diperkirakan
turut mempengaruhi sikap keagamaan secara mendadak, adalah:
Ø Musibah
Terkadang musibah yang serius dapat
mengguncangkan kejiwaan seseorang, keguncangan ini sering pula menimbulkan
kesadaran pada diri manusia berbagai macam tafsiran. Bagi mereka yang semasa
sehatnya kurang memiliki pengalaman dan kesadaran agama yang cukup umumnya
menafsirkan musibah sebagai peringatan Tuhan bagi dirinya. Akibat musibah
seperti itu tak jarang pula menimbulkan perasaan menyesal yang mendalam dan
mendorong mereka untuk mematuhi ajaran agama secara sungguh-sungguh.
Ø Kejahatan
Mereka yang menekuni kehidupan
dilingkungan dunia hitam, baik sebagai pelaku maupun sebagai pendukung
kejahatan, umumnya akan mengalami keguncangan batin dan rasa berdosa.
2. Type Orang Yang Sehat Jiwa
(Healty-Minded-Ness)
Ciri dan sifat agama pada orang yang
sehat jiwa menurut W.Starbuck yang dikemukakan oleh W.Houston Clark dalam
bukunya Religion Psychology adalah:
a. Optimis dan Gembira
Orang yang sehat jiwa menghayati
segala bentuk ajaran agama dengan perasaan optimis. Pahala menurut pandangannya
adalah hasil jerih payahnya yang diberikan Tuhan.
b. Ekstrovet dan tak Mendalam
Sikap optimis dan terbuka yang
dimiliki orang yang sehat jiwa ini menyebabkan mereka mudah melupakan
kesan-kesan buruk dan luka hati yang tergores sebagai ekses agamis tindakannya.
Dosa mereka anggap sebagai akibat perbuatan mereka yang keliru.
c. Menyenangi ajaran ketauhidan yang
liberal
Sebagai pengaruh kepribadian yang ekstrovet maka mereka
cenderung:
Ø Menyenangi Theologi yang luwes dan
tidak baku
Ø Menunjukkan tingkah laku keagamaan
yang lebih bebas
Ø Menekankan ajaran cinta kasih
daripada kemurkaan dan dosa
Ø Bersifat liberal dalam menafsirkan
pengertian ajaran islam
Ø Selalu berpandangan positif
Ø Berkembang secara graduasi, dll.
- Mistisisme Dan Psikologi Agama
Menurut Prof. Harun Nasution dalam
tulisan Orientalis Barat, mistisisme yang dalam islam adalah tasyawuf disebut
sufisme, sebutan ini tidak dikenal dalam agama-agama lain, melainkan khusus
untuk sebutan mistisisme islam (Harun Nasution: 56). Sebagaimana halnya
mistisisme, tasyawuf atau sufisme mempunyai tujuan memperoleh hubungan langsung
dan disadari dengan Tuhan, sehingga disadari benar bahwa seseorang berada
dihadirat Tuhan. Intisarinya adalah kesadaran akan adanya komunikasi dan dialog
antara ruh manusia dengan Tuhan dengan mengasingkan diri dan berkontemplasi
(Harun Nasution: 56). Kesadaran berada dekat Tuhan itu dapat mengambil bentuk
ijtihad, bersatu dengan Tuhan.
Ciri khas Mistisisme yang pertama
kali menarik para ahli psikologi agama adalah kenyataan bahwa
pengalaman-pengalaman mistik atau perubahan-perubahan kesadaran yang mencapai
puncaknya dalam kondisi yang digambarkannya sebagai kemanunggalan. Kondisi ini
digambarkan oleh mereka yang mengalami hal itu dirasakan sebagai pengalaman
menyatu dengan Tuhan.
Mistisisme dalam kajian psikologi
agama dilihat dari hubungan sikap dan perilaku agama dengan gejala kejiwaan
yang melatar belakanginya. Jadi bukan dilihat dari absah tidaknya mistisisme
itu berdasarkan pandangan agama masing-masing. Dengan demikian mistisisme
menurut pandangan psikologi agama hanya terbatas pada upaya untuk mempelajari
gejala-gejala kejiwaan tertentu yang terdapat pada tokoh-tokoh mistik, tanpa
harus mempermasalahkan agama yang mereka anut. Mistisisme merupakan gejala umum
yang terlihat dalam kehidupan tokoh-tokoh mistik, baik yang teistik maupun
nonteistik.
1. Sejarah perkembangan aliran
kepercayaan.
Dalam memaparkan sejarah
perkembangan ini kami mengetengahkan intisari dari uraian Prof. Selo Sumartjan
dalam simpusium mengatakan “sila ketuhanan yang maha esa” tanggal 14 Februari
1966 di Jakarta.
Dalam evolusi system-sistem kepercayaan
diuraikan sebagi berikut:
Manusia dan masyarakat hidup dalam
dua lingkungan yaitu lingkungan alam dan lingkungan masyarakat. Lingkungan alam
meliputi: benda organis dan anorganis yang hidup disekitar manusia dan
lingkungan masyarakat adalah masa manusia yang berada disekitarnya.
Didorong oleh keinginan untuk
mempertahankan hidupnya, maka timbul keinginan mereka untuk mencari jalan agar
pengaruh alam itu tidak merugikan dan membinasakan mereka. Berdasarkan kondisi
social budaya yang mereka miliki dicarilah usaha untuk menguasai alam dengan
kekuatan ghaib sejalan dengan kekuatan alam yang bagi mereka merupakan kekuatan
ghaib.
Perkembangan itu melibatkan
masyarakat umum dan individu yang bersifat umum berkembang menjadi kultus dan
individualis berkembang menjadi perdukunan. Perkembangan masyarakat pada
kenyataan selalu membawa bekas dari unsur generasi terdahulu. Demikian pula
perkembangan kepercayaan dari tahap politeisme menjadi monoteisme.
2. Hal-hal termasuk mistisisme
a. Ilmu Ghaib
Yang dimaksud dengan ilmu ghaib
disini adalah cara-cara dan maksud menggunakan kekuatan-kekuatan yang diduga
ada dialam ghaib, yaitu yang tidak dapat diamati oleh rasio dan pengalaman
fisik manusia.
Berdasarkan fungsinya kekuatan ghaib
itu dapat dibagi menjadi:
Ø Kekuatan ghaib hitam (black magic),
untuk dan mempunyai pengaruh jahat
Ø Kekuatan ghaib merah (red magic),
untuk melumpuhkan kekuatan atau kemauan orang lain (hypotisme)
Ø Kekuatan ghaib kuning (yellow
magic), untuk praktek occuitisme
Ø Kekuatan ghaib putih (white magic),
untuk kebaikan.
b. Magis
Mistis ialah suatu tindakan dengan
anggapan bahwa kekuatan ghaib bisa mempengaruhi duniawi secara nonkultus dan
nonteknis berdasarkan kenangan dan pengalaman. Untuk menjelaskan hubungan
antara unsure-unsur kebatinan ini kita pertentangkan magis ini dengan masalah
lain yang erat hubungannya.
Ø Magic dan tahayul
Orang percaya bahwa untuk membunuh
seseorang dapat dipergunakan bagian yang berasal dari tubuh orang yang
dimaksud. Misalnya tindakan membunuh dan membakar rambut dan kuku agar
seseorang mati (magis) dan penggunaan rambut dan kuku sebagai alat pembunuh
(Tahayul).
Ø Magis dan Ilmu ghaib
Seperti contoh diatas jika meleui
suatu proses pengolahan tertentu secara irrasional tergolong ilmu ghaib.
Ø Magis dan kultus
Jika dihubungkan dengan kultus maka
magis merupakan perbuatan yang dianggap mempunyai kekuaan memaksa kehendak
kepada supernatural (Tuhan). Kultus merupakan perbuatan yang terbatas pada
mengharap dan mempengaruhi supernatural (Tuhan).
c.
Kebatinan
Ilmu kebatinan umumnya bermaksud
untuk menemukan jalan yang dapat menempatkan manusia pada tempat yang
sewajarnya ditengah-tengah masyarakat didunia dan juga dalam hubungannya dengan
Tuhan. Ilmu kebatinan memberikan ajaran kepada para penganutnya tentang bagaimana
mereka masing-masing dapat hidup secara harmonis yang mengandung keterangan dan
rasa damai dengan masyarakat serta dengan Tuhannya melalui pengalaman
syarat-syarat ilmunya.
d. Para psikologi
Menurut ilmu jiwa gejala jiwa
manusia itu dapat dibagi atas:
1) Gejala jiwa yang normal (yang
terdapat pada orang yang normal)
2) Gejala jiwa yang annormal terdiri
dari:
Ø Gejala jiwa supranormal: yang
terdapat pada tokoh-tokoh pemimpin yang terkenal dan genius
Ø Gejala jiwa paranormal: gejala jiwa
yang terdapat pada manusia normal dengan beberapa kelebihan yang menyebabkan
beberapa kemampuan berupa gejala-gejala yang terjadi tanpa melalui sebab akibat
panca indera
Ø Gejala jiwa ubnormal: gejala jiwa
yang menyimpang dari gejala biasa karena beberapa gangguan (sakit jiwa)
Para (disamping) psikologi meneliti
ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang gejala-gejala jiwa yang terjadi tanpa
peran panca indera serta perubahan-perubahan yang bersifat fisik yang
digerakkan oleh jiwa tanpa menggunakan kekuatan yang terkait dalam tubuh
manusia.
e.
Aliran kebatinan dan schizophrenia
Yang menggerakkan seseorang untuk
memasuki aliran kebatinan ada berbagai motif kejiwaan, misalnya: ingin tahu,
rasa tidak aman, kurang percaya pada diri sendiri ataupun ingin memperdalam
ajaran suatu aliran kebatinan.
Dalam aliran kebatinan dikenal suatu
cara meditasi yang mengarah kekehidupan mistik, menurut Evely Underhill stadium
meditasi itu umumnya adalah:
Ø Kebangunan diri pribadi kearah realitas
ketuhanan
Ø Purgation, yaitu suatu stadium
kesediaan dan usaha
Ø Illumination, yaitu stadium
kegembiraan yang sebenarnya menjurus kesatu eksaltasi
Ø Purifikasi, yaitu kesempurnaan
pribadi
Ø Persatuan dan kehidupan absolute
Jika dianalisis secara psikologis
dan urutan stadium meditasi tersebut tampak gejala-gejala kejiwaan sebagai
berikut:
· Respon terhadap dunia luar menyempit
(mengasingkan diri dan konsentrasi jiwa)
· Timbulnya eksaltasi dan kesedihan
yang mendalam
· Terdapat gejala disosiasi,
halusinasi dan waham
· Terdapat kebekuan dorongan berbuat,
hilang kemampuan penerimaan rangsangan dan keinginan untuk menilai keadaan
lingkungan.
Ditinjau dari gejala penderita
schizophrenia, maka tampat ciri-ciri yang hampir sama. Penderitaan
schizophrenia (schizoprenik) mengalami gejala-gejala:
· Kekaburan individualitas yang
disebabkan oleh proses disintegrasi kepribadian
· Dengan adanya disintegrasi itu
penderita memiliki predisposisi khusus yang cenderung untuk menafsirkan sesuatu
yang kadang-kadang irrealistik dan melakukan tindakan yang asosial.
· Timbulnya halusinasi yang
menyebabkan terjadinya Anxienty yang hebat sehingga dapat menimbulkan frustasi
dan panicreaction serta perbuatan nekad.
William James dalam buku “The Varieties
Of Religious Experience” mengemukakan tanda-tanda mistisisme sebagai berikut:
· Tak dapat diungkapkan (ineffability)
· Intustif (neutik quality)
· Sementara dan cepat (tran siency)
· Cenderung kearah kepasifan
(passivity)
f.
Tasyawuf dan Tariqat
Tasyawuf disebut juga mistisisme,
islam memperoleh hubungan langsung dan disadari dengan Tuhan, sehingga disadari
benar bahwa seseorang berarti dihadirat Tuhan. Menurut Harun Nasution intisari
dari mistisisme (termasuk tasyawuf) ialah kesadaran akan adanya komunikasi dan
dialog antara roh manusia dengan Tuhan dengan mengasingkan diri dan
berkontemplasi. Untuk berada dekat dengan Tuhan orang harus menempuh jalan yang
panjang yang berisi stasiun-stasiun yang disebut muqamat.
Pelaksanaan tariqat itu diantaranya:
1. Zikir, yaitu ingatan yang menerus
kepada Allah dalam hati, serta menyebut namanya dengan lisan
2. Rahb, yaitu menyebut kalimat “Laa
Ilaaha Illallah” dengan gaya gerak dan irama tertentu
3. Muzik, yaitu dengan membaca wirid
diiringi wirid-wirid dan bacaan-bacaan supaya lebih khidmat.
4. Bernafas, yaitu mengatur nafas
pada waktu melakukan zikir tertentu.
Tarikat itu pada mulanya adalah
tasyawuf dan kemudian berkembang dengan berbagai faham dan aliran yang dibawa
oleh para syekhnya dan kemudian melembaga menjadi suatu organisasi yang disebut
tarikat.
Tasyawuf atau mistisisme menurut
Harun Nasution dijumpai dalam setiap agama, mereka yang bergabung dalam
kegiatan ini bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan dengan cara
melakukan pensucian jiwa. Tuhan sebagai dzat yang maha suci hanya mungkin
didekati oleh manusia yang suci pula, kesucian bersifat rohaniah. Makanya untuk
mendekatkan diri kepada Tuhan dilakukan melalui proses pensucian jiwa. Sebagai
unsure spiritual (Rohaniah).
KESIMPULAN
Berasarkan
pembahasan pada uraian diatas maka dapat diambil suatu kesimpulan tentang
criteria orang yang matang beragama, dalam hal ini akan terjawab masalah
tersebut dengan terlebih dahulu memahami: pengertian matang beragama, factor
yang mempengaruhi perkembangan kepribadian manusia, ciri-ciri dan sikap
keberagamaan, mistisisme dan agama.
Jadi
kematangan beragama terlihat dari kemampuan seseorang untuk memahami,
menghayati, serta mengaplikasikan nilai-nilai luhur agama yang dianutnya dalam
kehidupan sehari-hari. Ia menganut suatu agama karena menurut keyakinannya
agama tersebutlah yang terbaik, karena itu ia berusaha menjadi penganut yang
baik. Keyakinan itu ditampilkan dalam sikap dan tingkah laku keagamaan yang
mencerminkan ketaatan terhadap agamanya. Secara normal memang seorang yang
sudah mencapai tingkat kedewasaan akan memiliki pola kematangan rohani seperti
kematangan berfikir, kematangan kepribadian maupun kematangan emosi, tetapi
perimbangan antara kedewasaan jasmani dan kematangan rohani ini ada kalanya
tidak berjalan sejajar, secara fisik (jasmani) seseorang mungkin sudah dewasa,
tetapi secara rohani ternyata ia belum matang.
DAFTAR PUSTAKA
H. Jalaludin, Prof. Dr, Psikologi Agama Edisi Refisi 2002,
PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002.
H. Ramayulis, Prof. Dr, Pengantar Psikologi Agama,
Kalam Mulia, Jakarta, 2002.
Nasution Harun, Filsafat Mistisisme Dalam Islam,
Bulan Bintang, Jakarta, 1973.
Tafsir Ahmad, Prof. Dr, Filsafat Ilmu, PT Remaja
Rosdakarya, Bandung, 2006
http://imronfauzi.wordpress.com/2008/06/12/kematangan-beragama/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tolong berikan komentar Anda !