Hidup tanpa agama adalah ibarat kapal tanpa nahkoda, tidak jelas
arah dan tujuannya, mudah terombang-ambing oleh ombak, dan akhirnya karam.
Manusia, siapa pun dia, membutuhkan kehadiran agama sebagai pegangan, penuntun,
dan pandangan hidup yang mengarahkannya kepada tujuan mulia. Menurut Behesyti,
manusia yang tidak memiliki pandangan hidup selalu berada dalam kecemasan dan
kebimbangan. Oleh karena itu, menjadikan Islam sebagai pandangan hidup adalah
tindakan utama.
Manusia adalah
makhluk beragama, dalam arti bahwa mereka percaya dan/atau menyembah Tuha,
melakukanritual (ibadah) atau upacara-upacara. Suatu fenomena bahwa manusia
menyembah, berdoa, menyesali diri danminta ampun kepada sesuatu yang ghaib,
walaupun kemudian ada yang menjadi Agnostic (tidak mau tahu akan adanya Tuhan) atau atheis
(mengingkari adanya Tuhan).
Mereka cenderung untuk mengganti Tuhan yang bersifat pribadi seperti negara, ras,
proses alam, pengabdian total untuk mencari kebenaran atau ideal-ideal
yanglain.Hubungan pribadi manusia dengan
Tuhan lebih bersifat trasendental, karena hubungan ini lebih banyak melibatkan
rohani pribadi manusia yang bersifat perseorangan. Dengan adanya agama maka
manusia mulaimenganutnya. Beragama merupakan kebutuhan manusia karena
manusia adalah makhluk yang lemah sehinggamemerlukan
tempat bertopang. Manusia memerlukan agama demi keselamatan hidupnya. Manusia
dapatmenghayati agama melalui proses pendidikan agama, penanaman sikap
dan kebiasaan dalam beragama dimulaisedini
mungkin, meskipun masih terbatas pada latihan kebiasaan (habit formation). Tetapi sebagai pengembangan pengkajian lebih lanjut
tentunya tidak dapat diserahkan hanya kepada satu pihak sekolah sa
Hakikat beragama atau hakikat
kehidupan adalah untuk meraih cintaNya. Jalannya adalah berupaya mencintai
Allah dan RasulNya dengan menjadi muslim yang berakhlakul karimah, muslim yang
ihsan, muslim yang bermakrifat yakni muslim yang menyaksikan Allah dengan iman
dan takwa.
Mencari Hakikat Agama : Panduan
Rasional Bagi Manusia Modern
Pengarang : Muhammad Husaini Behesyti, penerbit Mizan Pustaka
Dalam diri setiap
insan, banyak pertanyaan tentang dirinya sendiri yang selalu menghantui pikiran
dan perasaannya. Namun dari sekian banyaknya pertanyaan itu, ada beberapa
pertanyaan yang paling penting yang menuntut untuk segera dijawab. Jika
seseorang berhasil mendapatkan jawaban yang memuaskan, maka ia akan merasa
tenang karena telah menemukan jatidirinya, dan jika tidak, maka tak ubahnya ia
seperti orang yang telah kehilangan sesuatu yang paling berharga dalam hidup,
yakni dirinya sendiri.
Pertanyaan itu
sama dengan pertanyaan pertama yang dilontarkan seseorang kala mendapatkan
dirinya di sebuah ruangan yang berwarna serba putih, setelah sebelumnya pingsan
karena sebuah kecelakaan. Setelah membuka matanya untuk pertama kali, ia akan
bertanya, "Di manakah ia berada", "Untuk apa ia di sini"
dan pertanyaan semisalnya.
Manusia yang
telah mengetahui ia berada di alam ini bertanya, "Dari manakah aku
berasa!?" "Untuk apakah aku berada di dunia?" dan "Setelah
alam ini, ke manakah aku akan pergi?" Pertanyaan-pertanyaan
ini ada di lubuk setiap insan, karena ia muncui dari fitrah
manusia.
Para ahli
teologi Islam mengatakan bahwa fitrah adalah satu hal yang dibekalkan
Allah kepada setiap manusia. Karenanya, ciri-ciri sesuatu yang bersifat fitri
adalah tidak dipelajari, ada pada semua manusia, tidak terkurung oleh
batas-batas teritorial dan masa, dan tidak akan pernah hilang. Tetapi, perlu
dicatat bahwa kadang-kala kesenangan duniawi, kekuasaan, kesombongan, dan
semisalnya bisa menutupi fitrah manusia, sehingga ia tidak terpanggil untuk
menjawab pertanyaan-perta-nyaan seperti di atas.
Salah satu contohnya adalah
Fir'aun, di mana kekuasaan, harta, kesombongan dan apa-apa yang ia miliki telah
menutupi fitrahnya. Namun, di saat balatentara yang setia kepadanya dan
kekuasaan yang ia banggakan tidak dapat menyelamatkan dirinya dari siksa Allah,
saat itulah segala tabir yang menutui fitrahnya sirna dan dengan suara yang
menge-naskan ia berseru, "Aku beriman bahwa tidak Tuhan selain Tuhan Bani
Israil, dan aku termasuk orang yang berserah diri". (Q.S. Yunus : 90)
Kembali kepada
pertanyaan-pertanyaan di atas, pertanyaan pertama jika dijawab dengan benar
akan menghasilkan jawaban bahwa manusia berasal dari ketiadaan dan ada setelah diciptakan
oleh Allah SWT. Dialah Tuhan pencipta segala sesuatu. Banyaknya bukti yang
menunjukkan kepenciptaan Allah SWT membuat klaim mereka yang
mengingkarinya bagai sebuah lelucon atau cerita penghantar tidur. Singkatnya
pertanyaan pertama berkenaan dengan konsep ketuhanan.
Dengan
mendapatkan pertanyaan pertama, orang melangkah untuk mendapatkan jawaban atas
pertanyaan "Untuk apa aku berada di dunia?" Dari pertanyaan ini
timbul pula pertanyaan "Apa yang harus aku perbuat di dunia ini?"
3awaban dari
"Untuk apa
berada di dunia" ada pada tujuan mengapa Tuhan yang Mahabijaksana
mendptakan manusia. (Hal ini telah dibahas dengan panjang lebar oleh para ahli
tafsir saat mereka menafsirkan ayat 56 surah AI-Dzariyat, rujuk tafsir AI-Mizan
dan tafsir lainnya.) Sedangkan pertanyaan "Apa yang harus aku perbuat di
dunia?" adalah apa-apa yang diperintahkan oleh Allah melalui para duta-Nya
yaitu para nabi dalam bentuk sebuah agama samawi (langit), yang mengandung
banyak perintah dan larangan demi kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat.
Singkatnya pertanyaan ini berkenaan dengan konsep kenabian.
Sedangkan
pertanyaan tentang ke mana kita akan pergi setelah meninggalkan dunia ini
berhubungan dengan masalah alam akhirat dan apa yang akan kita alami di
sa-na. Pertanyaan ini berhubungan pula dengan pertanyaan: apakah
yang kita lakukan di dunia bisa memberi kita kebahagiaan atau malah
kesengsaraan abadi? Dengan menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tadi,
berarti seseorang telah mengetahui bahwa ia diciptakan oleh Allah
SWT demi sebuah tujuan agung yang menyangkut kebahagiaan atau kesengsaraannya
di dunia dan alam akhirat, Kebahagiaannya itu bisa ia dapatkan dengan melakukan
apa yang Dia perintahkan dan me-ninggaikan apa yang Dia larang.
Sebagian ahli
teologi mengatakan bahwa ketertarikan manusia kepada agama dan masalah
ketuhanan adalah bersumber dari fitrahnya sendiri. Jadi, setiap manusia
dengan merujuk pada dirinya dan mendengarkan suara dari lubuk hatinya yang
paling dalam akan menemukan Tuhan. Hanya saja, di saat ia akrab dengan alam
materi, mungkin ia akan mencari sesuatu benda materi dan menyebutnya sebagai
tuhan atau perwujudan dari Tuhan yang ia rasakan dalam hatinya.
Dari sinilah
muncul berbagai agama sesat, seperti penyembahan berhala, petuhanan matahari,
angin, api, dan semisalnya, dan hal ini tidak berarti bahwa masalah ketuhanan
bukan sebuah masalah fitri, seperti di atas. Sebab, kesalahan tadi tidak
bersumber dari fitrah, tapi dari manusia itu sendiri yang salah dalam
menerapkan sifat ketuhanan pada selain Tuhan yang sebenarnya. Sama seperti rasa
sakit perut yang dirasakan oleh se-seorang. Rasa sakit tersebut adalah benar
karena ia merasakannya sendiri. Hanya saja, ia bisa salah dalam mendiagnosa
rasa sakitnya. Rasa sakit itu bisa jadi ia anggap maag, padahal mungkin
sesungguhnya usus buntu atau penyakit perut lainnya.
Herannya,
kepercayaan umat manusia akan agama secara umum dan Tuhan secara khusus,
dikaitkan oleh sebagian orang dengan rasa takut mereka. Bertrand Russel
mengatakan, "Saya berpendapat bahwa agama berdiri di atas pondasi rasa
takut. Rasa takut akan ketidaktahuan".
Kelemahan pertama
klaim Russel di atas adalah bahwa pendapat ini tidak memiliki argumen sama
sekali. Jika kita terima pen-dapat ini dan kita katakan bahwa Russel memiliki
bukti akurat yang menguatkan klaimnya, apakah itu berarti bahwa agama yang
didasari oleh takut tidak nyata dan hanya dongeng dan khayalan belaka? Apakah
semua yang didasari oleh rasa takut tidak berharga dan tidak nyata? Bukankah
ilmu kedokteran yang berhasil digali oleh manusia didasari oleh rasa takut
mereka akan penyakit dan kematian? Apakah dengan demikian
berarti ilmu kedokteran tidak nyata dan hanya khayalan? Siapkah Russel menerima
kesimpulan ini?
Memang, manusia
di zaman purbakala hidup dengan dikelilingi oleh beribu-ribu macam bahaya yang
siap mengancam jiwanya. Binatang buas yang ada disekitar mereka, hukum rimba
yang berlaku di antara sesama, goncangan gempa, tiupan angin
topan, dan sederet bencana alam lainnya, adalah bahaya-bahaya yang mengancam keselamatan
umat manusia di zaman itu. Dan sangatlah wajar jika mereka yang merasa takut
karena merasa keselamatannya terancam, mencari sesuatu yang
dapat memberinya ketenangan, yang oleh Russel disebut dengan agama.
Namun, logiskah
kiranya dengan hanya melihat fenomena yang demikian ini lalu kita
memberlakukannya pada semua aspek kehidupan umat manusia dari awal hingga akhir
generasi anak Adam ini, tanpa melihat sisi lain kehidupan mereka? Jika pendapat
Russel ini diterima, berarti orang yang paling beragama dan paling berinnan
adalah orang yang paling penakut, dan tentunya kesimpulan seperti ini ditolak
oleh semua orang yang masih memiliki sedikit kemampuan untuk berpikir.
Selain itu, fakta
menunjukkan bahwa para pendakwah agama umumnya adalah orang-orang yang
pemberani. Bukankah untuk masuk ke dalam sebuah lingkungan yang tidak beragama
atau salah dalam beragama, diperlukan keberanian yang
luar biasa? Bukankah ketegaran mereka dalam beragama hingga berani
mempertaruhkan jiwanya menunjukkan keberanian mereka
yang hebat?
Pertanyaan kita
yang terakhir, bukankah banyak pemikir yang beragama dan bahkan taat beragama?
Apakah kepercayaan mereka akan agama --setelah
melakukan banyak penelitian ilmiah-- didasari
oleh rasa takut mereka akan bencana alam? Jika pendapat Russel benar, berarti
akal dan logika para pemikir tersebut tidak bernilai sama sekali. Siapkah kita
menerima kesimpulan ini?
Sebagian lagi
berpendapat bahwa agama adalah alat yang dipergunakan oleh para penguasa untuk
memperbudak rakyatnya dan mengajarkan mereka untuk me-nerima kesengsaraan
dengan senang hati. Memang, tidak kita pungkiri bahwa agama Kristen di abad
pertengahan telah dijadikan oleh para penguasa (baca: gereja) sebagai alat
penindasan. Dalam sejarah Islam juga kita saksikan bahwa
para penguasa Bani Umayyah dan Bani Abbasiyyah juga
melakukan hai yang sama. Namun, itu tidak berarti bahwa agama
memang diadakan untuk itu. Singkatnya harus
dibedakan antara agama dan penyalahgunaan agama.
Agama adalah
sebuah wadah tempat manusia menjadikan kehidupannya penuh arti. Agamalah yang
mendorong manusia membangun kepribadiannya. Bukankah dalam ajaran agama
Islam, selain diperintahkan untuk menerima kenyataan yang ada, kita juga
dipe-rintahkan untuk melakukan perombakan demi perbalkan keadaan kita?
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka
mengubah keadaan mereka sendiri" (Q.S. Al-Ra'd: 11)
Di lain pihak,
bukankah para pendakwah agama yang sejati dengan para nabi sebagai contoh
teladan, adalah orang-orang yang selalu berjuang melawan kezaliman? Bukankah
mereka adalah orang-orang yang meyayangi rakyat kecil dan berada di pihak
mereka? Logiskah kiranya jika kita katakan bahwa agama yang mereka bawa adalah
alat untuk memperbudak orang-orang kecil dan untuk menzalimi mereka padahal
para pendakwah agama itu selalu menyayangi rakyat kecil dan selalu berjuang
melawan kezaliman?
Dari uraian di
atas, kita simpulkan bahwa agama merupakan fenomena yang tidak mungkin
terpisahkan dari manusia. Sebab, manusia memiliki fitrah yang
selalu mengajak ia untuk beriman kepada Tuhan Yang Mahaagung. Selain itu,
manusia juga selalu butuh untuk mengetahui apa-apa yang ada di sekitarnya,
termasuk dirinya sendiri. la merasa berhak untuk mengetahui dari mana ia
berasal, untuk apa dia berada di dunia, apa yang mesti ia lakukan demi
kebahagiannya di dunia dan alam akhirat nanti, yang merupakan jawaban
dari pertanyaan-pertanyaan di atas dan itu adalah agama. Karenanya,
sangatlah logis jika agama selalu mewarnai sejarah manusia dari dahulukala
hingga kini, bahkan sampai akhir nanti.▪
BahanTelaah:
Ayatullah
Taqi Misbah Yazdi, Amuzesy-e Aqa`ed.
Sayyid
Mujtaba Musawi Lari, Ushūlul 'Aqā`id fil Islam.
Allamah
Muhammad Taqi Ja'fari, Falsafe-ye Din.
Ayatullah
Ja'far Subhani, Al-Ilāhiyyāt.
Tafsir
Al-Mīzān. http://www.al-shia.org/html/id/service/maqalat/Manusia&Agama.htm
-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tolong berikan komentar Anda !